“Orang-orang biasa seperti kita, jika ada masalah tidak bisa menyelesaikannya sendirian, termasuk masalah layanan publik. Tapi jika penyelesaian masalah tersebut dilakukan secara bersama-sama, maka perubahan perbaikan layanan akan berhasil.” (Mujtaba Hamdi, 13 Oktober 2015).
Banjarnegara. Suasana balai Desa Gumelem Kulon tiba-tiba hening sejenak setelah Mujtaba Hamdi atau yang akrab disapa Taba, menjelaskan langkah perbaikan layanan. Taba adalah fasilitator Pelatihan Perbaikan Layanan Publik di desa Gumelem Kulon yang diselenggarakan Infest Yogyakarta pada Selasa-Rabu (13-14/10/2015). Semua keluhan dari peserta terkait buruknya layanan publik dasar yang mereka rasakan, secara pelahan mendapatkan gambaran solusinya. Terutama layanan administrasi seperti kepengurusan KTP, KK, Akta Tanah, Surat Kelahiran, dan SIM.
Dalam proses menentukan prioritas perbaikan layanan publik, persoalan administrasi merupakan layanan yang paling banyak dikeluhkan warga Gumelem Kulon. Selain administrasi, menyusul persoalan layanan jasa publik seperti persoalan kesehatan dan pendidikan, lalu menyusul barang publik seperti jembatan, talud pengaman tebing, sarana air bersih, balai desa, dan wc umum.
Menurut Rumiati, perwakilan kelompok perempuan desa Gumelem Kulon, saat ini belum ada gedung Pusat Kesehatan Masyarakat Desa (PKD) sehingga masih menumpang di rumah warga.
“Pengadaan apotik desa juga belum ada di desa Gumelem Kulon. Selain kesehatan dan pendidikan, terkadang dalam pembuatan akta kelahiran memakai jasa orang akan lebih memakan biaya lebih banyak tetapi itu adalah prosedurnya,” ungkap Rumi.
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam pelatihan ini, peserta juga secara partisipatif memetakan perubahan perbaikan layanan publik agar lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif. Diawali dengan mengidentifikasi penyelenggara layanan. Seperti layanan administrasi ada Pemdes, Kecamatan, KUA, Dinas Dukcapil, dan Badan Pertanahan. Lalu beberapa langkah yang dilakukan, di antaranya dengan melakukan publikasi informasi, akses informasi resmi, meminta informasi yang resmi, melakukan survei layanan publik, hingga melakukan advokasi atau pengawalan oleh warga dengan membawa bahan advokasi rekomendasi hasil survei.
“Dalam hal perbaikan layanan administrasi, warga bisa mengawal langsung perbaikan layanan publik ke tingkat kecamatan. Jika di tingkat kecamatan sulit didorong, maka bisa langsung ke tingkat kabupaten dengan membawa bahan advokasi dari data hasil perbaikan layanan publik dasar di desa Gumelem Kulon,” jelas Taba.
Kelompok Perempuan Sebagai Penggerak
Pelatihan perbaikan layanan publik dasar di desa oleh Infest Yogyakarta, sebelumnya telah dilaksanakan di desa Jatilawang pada 29-30 Oktober 2015. Saat ini kelompok perempuan di Jatilawang tengah bergerak mendorong perbaikan layanan publik di desanya. Salah satu langkahnya adalah dengan melakukan survei perbaikan layanan publik, hingga menghasilkan rekomendasi yang akan menjadi dasar usulan atau masukan untuk rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa). Data hasil survei tidak hanya dimanfaatkan untuk masukan RPJMDesa, bisa juga untuk RKPDesa dan APBDesa.
Pelayanan publik merupakan salah satu persoalan yang dihadapi masyarakat, terutama di desa. Baik persoalan layanan kesehatan, pendidikan, distribusi air bersih, dan persoalan layanan dasar lainnya. Sejumlah persoalan terkait layanan dasar di desa juga dirasakan Gumelem Kulon, yang juga menjadi sasaran program “women lead village reform”. Persoalan layanan dasar tersebut terungkap saat acara musyawarah desa (Musdes) yang membahas perkembangan pembangunan di desa dan partisipasi perempuan dalam pembangunan desa, pada Jumat-Minggu, 28-30 Agustus 2015. Fakta terkait persoalan layanan dasar di desa juga terungkap dalam dokumen peta aset dan potensi desa yang dimiliki kelompok perempuan.
Desa Gumelem Kulon adalah desa kedua setelah Jatilawang yang juga akan segera bergerak melakukan survei perbaikan layanan publik di desanya. Setiap desa memang memiliki permasalahnya sendiri, di mana tidak semuanya sama. Gumelem Kulon termasuk desa dengan padat penduduk dan beragam profesi. Gumelem Kulon saat ini memiliki jumlah pendudukan mencapai 10.414 orang.
Desa Gumelem Kulon terbagi menjadi dua yaitu wilayah atas dan bawah. Hampir 3/2 jumlah penduduk tinggal di bagian atas dengan bukit-bukit yang curam sedangkan bagian bawah terletak di kaki bukit. Untuk dapat sampai ke bagian atas, perlu melewati jalan berbatu yang cukup terjal selama kurang lebih 60 menit jika mengendarai sepeda motor. Bagian atas unggul dengan lingkungannya yang masih sangat hijau dan asri. Sedangkan di bagian bawah terdapat sentra batik tulis dan juga pemandian air panas.
Berdasarkan pemetaan aset sumber daya manusia (SDM) yang telah dimiliki kelompok perempuan di desa Gumelem Kulon, selain bertani, pengajar Pos PAUD, juga banyak para perajin di desa ini mulai dari perajin batik, kerang, kayu, pande besi, bambu, serta yang juga tak kalah banyak jumlahnya adalah para penderes.
Namun di balik kekayaan aset SDM dan industri rumahan yang menampung mereka, ternyata tidak menjamin kesejahteraan warganya serta terpenuhinya pelayanan dasar misalnya dalam pelayanan kesehatan. Seperti pelayanan dasar di desa, fasilitas kesehatan dapat dikatakan masih kurang. Pusat kesehatan hanya terdapat di bagian bawah sehingga jika ada penduduk atas yang sakit atau akan melahirkan warga harus turun terlebih dahulu. Apotek juga belum tersedia pada wilayah bagian atas, hanya terdapat obat-obat warung yang kualitasnya kurang baik sehingga mengharuskan mereka turun ke bawah dengan medan yang cukup ekstrem.
Selain itu bagi keluarga miskin, terutama para perajin seperti perajin kerang dan batik, dan Penderes. Selain berpotensi mendapatkan resiko pekerjaan yang cukup besar, para Penderes ini belum mendapatkan jaminan kesehatan oleh pemerintah. Para penderes juga mengaku sangat membutuhkan jaminan kesehatan terutama ketika terjadi sesuatu yang menimpa mereka saat bekerja. Begitu pun para perajin batik, sebagian besar mengeluh karena penghasilan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka hasilkan. Kondisi yang juga memprihatinkan dari desa Gumelem Kulon adalah banyaknya kaum difabel (orang berkebutuhan khusus) yang saat ini mencapai sekitar 60 warga yang belum semuanya mendapatkan manfaat dari program pembangunan yang ada di desanya.
Kini warga Gumelem Kulon tengah mempersiapkan rangkaian kegiatan perbaikan layanan publik dasar di desanya. Dimulai dari membangun kapasitas mereka melalui pelatihan, persiapan survei, survei layanan publik dasar, review hasil survei, verifikasi, perbaikan, hingga menghasilkan dokumen hasil survei beserta rekomendasi perbaikan sebagai dasar RPJMDesa. [Alimah]